Senin, 07 Desember 2009

Kotoran Kambing untuk Pengendali Hama

Kreativitas warga muncul pada saat terdesak. Saat kesulitan mendapatkan pupuk, warga Deli Serdang memanfaatkan kotoran kambing untuk pupuk organik dan pengendali hama. Setelah ujicoba, hasil pertumbuhan tanaman lebih baik karena terhindar dari hama wereng dan tikus.?Pada awalnya saya memanfaatkan air kencing kambing untuk mengusir hama wereng di sawah kami. Hasilnya, hama wereng tak lagi ada. Lalu kami bekerjasama dengan penyuluh pertanian dan kelompok tani untuk mengolah dengan bahan yang lebih baik,? kata Kepala Desa Sena, Kecamatan Batang Kuis, Kabupaten Deli Serdang, Bantu Suprayitno, Minggu (27/8) di rumahnya.Dari hasil diskusi dengan kelompok tani dan penyuluh pertanian di daerahnya, air kencing kambing itu lebih baik jika melalui proses fermentasi. ?Dengan campuran itu, pupuk organik semakin bagus. Selama dua kali penanaman sudah kami pakai,? kata Bantu.Petugas penyuluh pertanian (PPL) Keamatan Batang Kuis Janapiah (41) bekerjasama dengan Bantu. Keduanya bersama kelompok tani setempat meramu pupuk lebih kompleks dengan kandungan yang lebih banyak. Tidak hanya air kencing kambing, namun juga kotoran kambing, air serbuk serabut kelapa, batu gunung, dan abu janjang kelapa sawit.Menurut Janapiah, abu janjang kelapa sawit, air serbuk serabut kelapa, air kencing kambing, dan kotoran kambing digiling dengan batu gunung. Kemudian direndam selama tiga hari. Untuk melapukkan kotoran dan air kencing kambing, kata Janapiah, diperlukan bakteri.?Dengan proses fermentasi itu, tak ada lagi bau kotoran dan air kencing kambing,? kata Janapiah. Campuran bahan-bahan itu, kata dia, mengandung unsur nitrogen, phospat, kapur, kalium, belerang, dan magnesium oksida. Janapiah mengatakan, semua unsur-unsur tadi terdapat dalam larutan pupuk organik yang dibuat.Ujicoba pembuatan pupuk tersebut dilakukan bersama petani setempat sejak 1998. Selama itu pula beberapa kali sampel pupuk tersebut diujicobakan secara gratis kepada petani. ?Pembuatan pupuk ini sengaja untuk memutus ketergantungan petani dengan pupuk kimia. Pemakaian pupuk kimia hanya akan membuat tanah menjadi jenuh,? tutur dia.Salah satu petani yang mencoba pupuk organik tersebut adalah Shahrani (36). Dari lima rante (satu rante = 400 meter persegi) tanaman padi milik dia, mampu menghasilkan 1,43 ton. Padahal, sebelumnya hasil panen padi antara 1,2 sampai 1,3 ton paling banyak. Menurut Shahrani, hasil panen itu merupakan hasil terbaik yang pernah dia capai sepuluh tahun terakhir.

menghilangkan bau kotoran

Siswa-siswi MAN Purbalingga Atasi Bau Kotoran Ternak dengan Nutrisi Alami Desa Sinduraja, Kabupaten Purbalingga, Jawa Tengah dihuni oleh penduduk yang sebagian besar memelihara ayam sebagai sumber penghidupan mereka. Namun kotoran ayam seringkali menimbulkan konflik di antara para peternak dengan masyarakat di sekitarnya. Melihat keadaan itu, para pelajar di Madrasah Aliyah Negeri Purbalingga berkiprah melakukan upaya yang dapat mengurangi konflik tersebut. Kartika Jani dan kawan-kawan di MAN Purbalingga membuat beraneka nutrisi dari pepaya, gadung, insektisida alami, dan sebagainya. Setelah diproses, mereka menyimpan semua nutrisi itu ke dalam botol-botol kecil dan diberi berlabel. Nutrisi pepaya biasa mereka gunakan untuk menambah warna dan membuat rasa buah lebih manis. Nutrisi gadung bermanfaat sebagai insektisida alami. “Kami di MAN Purbalingga melakukan praktik Natural Farming atau Pertanian Alami karena terdorong melihat segala sesuatunya kini sudah mengglobal,” ujar Ica, panggilan akrab Kartika. “Semuanya serba modern, bahan-bahan kimia yang digunakan di pertanian, seperti insektisida dan pupuk kimia buatan pabrik dapat menyumbang kepada global warming atau pemanasan global sehingga mengancam kehidupan manusia dan makhluk hidup lainnya, serta dapat merusak alam di masa datang. Oleh karena itu, kami menggunakan bahan-bahan organik yang dapat mengurangi global warming dan perubahan iklim”. Peternak Berguru kepada Siswa-siswi MAN “Suatu hari satu kelompok ternak dari desa Mrebet mendengar kabar kalau MAN Purbalingga telah berhasil mengembangkan ternaknya,” ujar siswi kelas 11 IPA-1 ini. “Para peternak ini memelihara kambing dengan cara konvensional. Mereka mengetahui informasi ini dari salah seorang guru kami dan melihat kambing peliharaannya gemuk-gemuk. Setelah mendengar penjelasan Ibu Fat itu, kelompok ternak itu pun tertarik menimba ilmu di MAN Purbalingga”. Menurut Ica, mantan Ketua KIR Cendekia MAN Purbalingga, meski sudah cukup lanjut usia, para anggota kelompok tidak malu menimba ilmu dari para pelajar. Mereka tidak merasa malu atau sungkan, malah nyaman saja menimba ilmu dari anak-anak yang telah lebih dulu berhasil mencoba cara alami ini. Tidak merasa seperti kerbau menyusu gudhel (anak kerbau). KIR (Kelompok Ilmiah Remaja) Cendekia MAN Purbalingga, pernah mengikuti Indonesia Expo Science Project Olympiad tingkat nasional di Jakarta pada awal 2009. Sebelum mengikuti lomba, para siswa berkonsultasi dengan pembina KIR Cendekia, mendiskusikan tema yang akan diangkat dari pertanian alami. Mereka memilih tema: mengurangi bau kotoran ternak kambing melalui pakan dari bahan alami. Bagaimana caranya? Para siswa-siswi memberikan pakan kambing dengan lima macam pakan terfermentasi, yaitu fermentasi jahe, fermentasi lele, fermentasi jantung pisang, fermentasi bawang (putih), dan fermentasi nasi. “Itulah ide kami,” ungkap Ica yang ingin menimba ilmu natural farming lebih dalam. “Kami yakin, gagasan kami baik, karena Purbalingga merupakan wilayah yang memiliki banyak peternakan di mana seringkali terjadi konflik antara peternak dan masyarakat di sekitarnya karena masalah bau. Oleh karena itu, kami mengangkat ide ini untuk kemaslahatan masyarakat di Purbalingga”. Para siswa dan pembina percaya, selain dapat menghasilkan produk yang melimpah, cara bertani alami ini juga dapat mengurangi pemanasan global meskipun saat ini baru terlihat kecil sumbangsihnya, tetapi hal itu dapat berperan mengurangi global warming. Para siswa mengumpulkan bahan-bahan yang dibutuhkan dari lingkungan sekitar. Lalu bahan-bahan tersebut dicacah, ditumbuk atau diparut, dan disaring bahannya, tergantung jenisnya. Kemudian timbang gula merah, dan campur bahan-bahan tersebut dengan perbandingan 1:1. Biarkan campuran itu berfermentasi selama 7 hari sampai mengeluarkan cairan. “Bahan terfermentasi ini kemudian kami berikan pada kotoran ternak,” jelas Ica. “Pertama, kami mengumpulkan kotoran ternak, kami taruh dalam stoples. Setelah itu kotoran tersebut kami semprot dengan nutrisi yang telah kami buat. Pengamatan kami lakukan dan setelah itu angket kami ajukan untuk menentukan bau kotoran ternak itu. Akhirnya, kami susun laporan penelitian tersebut”.

Para peneliti muda ini memberikan beberapa perlakuan kepada kotoran ternak, dan melakukan pengamatan setiap hari. Mereka membandingkan bau kotoran ternak sebelum diberi perlakuan dan setelah 13 hari kemudian. Dari grafik pengamatan itu terlihat penurunan bau kotoran, seperti tertera pada tabel berikut ini: Tabel Penurunan Tingkat Bau Kotoran Ternak Sebelum melakukan penelitian, para siswa-siswi melakukan studi pendahuluan. Mereka mengumpulkan kotoran ayam di dalam kantung plastik. Kotoran ayam itu mereka peroleh dari peternakan-peternakan di sekitar sekolah. Lalu mereka menyemprotnya dengan lima macam nutrisi. “Kalau memang terbukti dapat menghilangkan bau, kami akan menerapkan cara ini dalam bakti sosial kami kepada masyarakat,” lanjut Ica. Para anggota KIR bidang natural farming membuat sendiri nutrisi yang digunakan untuk penyemprotan kotoran ayam. Kemudian mereka melakukan bakti sosial untuk menghilangkan bau kotoran ayam di desa Sindureja. Dan studi itu berhasil mengurangi bau. “Waktu itu kelompok dibagi dua, masing-masing 15 orang. Kelompok 1 menyemprot nutrisi di kandang ayam petelur, kelompok lainnya melakukan penyemprotan di kandang ayam pedaging”. Masa Depan Anak Petani dan Natural Farming Ica dan beberapa kawan peneliti mudanya di KIR Cendekia berharap setelah meneliti cara mengurangi bau kotoran ternak dengan lima nutrisi, agar ada penelitian lanjut sehingga nutrisi yang telah mereka temukan dapat bermanfaat bagi masyarakat. “Cara ini sangat bermanfaat bagi warga sekitar,” sambung Ica. “Setelah mengadakan bakti sosial, masyarakat senang. Bahkan peternak dari Sinduraja datang lagi ke sekolah kami untuk meminta formula yang kami buat”. Namun para siswa ini tidak bisa melayani keinginan masyarakat secara komersial. Meski para peternak ingin membeli formula dari MAN Purbalingga, mereka tidak mau menjualnya. “Sebagai peniliti muda, keinginan kami adalah masyarakat sendiri yang belajar agar mereka bisa membuat formula-formula itu dan menjadi mandiri,” kata Ica. Sementara itu, kiprah para pelajar ini juga mendapat dukungan penuh dari para guru dan kepala sekolah mereka. “Kami senang melihat perkembangan natural farming di sekolah, mengingat sebagian besar siswa berasal dari keluarga petani,” ujar Pak Kholid, guru kimia yang juga pembina KIR Cendekia MAN Purbalingga. “Kami berharap, setelah anak-anak lulus, mereka dapat mandiri berwirausaha dan mengembangkan apa yang telah diperoleh di sekolah ini sehingga dapat berdampak kepada lingkungannya dan dapat membantu masyarakat sekitar. Petani yang tadinya tergantung pada obat-obatan dan pupuk kimia pabrikan, diharapkan akan beralih ke organik, dan kemakmuran petani di Purbalingga khususnya dan di Indonesia pada umumnya bisa meningkat”. Siswa-siswi sekolah lanjutan atas ini secara tidak langsung telah memotivasi masyarakat di sekitar sekolah untuk beralih dari sistem pertanian berbahan kimia ke pertanian alami, dari sistem pertanian yang merusak lingkungan dan mengancam kesehatan manusia dan makhluk hidup lainnya ke pertanian yang aman bagi manusia dan lingkungan. Di samping itu, kemitraan antara lembaga pendidikan (madrasah/sekolah), masyarakat, pemerintah daerah dan masyarakat sipil lokal diharapkan akan terwujud (disarikan dari rekaman video dan wawancara dengan kepala sekolah, guru-guru, dan anggota KIR Cendekia MAN Purbalingga/ink).

Jerami untuk Pakan Kambing

Jerami Fermentasi


I. LATAR BELAKANGJerami adalah hasil ikutan limbah pertanian terbanyak diindonesia, namun kualitas nutrisinya relative rendah.Ternak ruminansia (Sapi, Kerbau, Kambing) mampu memanfaatkan jerami padi sebagai pakan basal.Pada musim kemarau jerami padi (kering) merupakan pakan ternak utama untuk daerah tertentu.Bahkan tidak jarang untuk mendapatkan jerami padi pada musim kemarau, petani terpaksa mencari keluar daerah atau membeli dengan harga yang relative mahal seperti di daerah Gunung kidul, Wonogiri, Purwodadi, Blora dan lain lain.Sebagai sumber pakan, Jerami padi mempunyai beberapa kelemahan yaitu : daya kecernaannya rendah dan kandungan gizinyapun rendah.Untuk meningkatkan nilai gizi jerami dengan cara :a. Pengolahan secara biologis dengan menggunakan jamur.b. Mengolah secara kimiawi dengan penambahan urea dan starbio, kostik soda (Naoh) dan Ca(OH)2c. Pemotongan secara fisik yaitu dengan memotong-motong menjadi partikel lebih kecild. Perlakuan dengan suplementasi pakan penguat
II.FERMENTASI JERAMIFermentasi adalah pengawetan dalam bentuk lembab.Proses fermentasi merupakan proses anaerob sehingga perlu dihindarkan tindakan yang mengakibatkan masuknya udara.Proses ini dilakukan dengan menggunakan probiotik sebagai starter.Starter yang dapat digunakan antaralain Starbio, Bioplas atau Koenzym.Fungsi Fermentasi adalah perlakuan/pengawetan oleh senyawa asam yang dihasilkan oleh mikroba dan dilakukan diluar tubuh ternak.makin kuat tingkatan asamnya makin tinggi kenaikan kualitas jerami padi, namun kenaikannya sekitar 10 – 15% saja.Sehingga factor ekonomi perlu dipertimbangkan.Indikator berhasil atau tidaknya fermentasi adalah jerami fermentasi tidak berbau ammonia( pesing) tetapi menghasilkan bau harum caramel.Peranan Probiotik adalah untuk memecahkan selulosa menjadi nutrisi yang mudah diserap oleh tubu8h ternak.
III.SYARAT, BAHAN DAN CARA PEMBUATAN1. Persyaratana. Kadar jerami padi 40 – 45 %b. Terlindung dari hujan dan sinar matahari langsung.2. Bahana. Jerami kering/jerami segarb. Staterc. Air3. Cara PembuatanUntuk setiap 100 kg jerami, starter yang diperlukan sebanyak 0,5 kg dan 40 liter air.a. Timbang jeramib. Sediakan airc. Timbang starterd. Tumpuk jerami lapis demi lapis dengan ketebalan 25 cm.Ukuran tumpukan 2,5 mx2,5 m x 25 cm.e. Setiap lapis siram dengan air hingga rata.f. Setiap lapis ditaburi dengan starter hingga rata.g. Banyaknya lapisan tumpukan sesuai dengan kebutuhan.h. Setelah dianggap cukup, bagian atas ditutupi daun, daun kering atau daun pisang.i. Biarkan selama 3 -4 minggu.j. Bongkar dan angin-anginkan sebentar.k. Untuk memudahkan dalam penyimpanan dan pengangkutan, sebaiknya hasil fermentasi ini dipadatkan (diPres) dengan alat Pres.
IV. PENYAJIAN KE TERNAK1. Jerami yang telah difermentasikan dengan diangin-anginkan dapat langsung diberikan ke ternak.Jumlah pemberiannya sama dengan pemberian hijauan pakan yaitu sebesar 10% dari bobot badan.2. Untuk ternak yang belum terbiasa dengan fermentasi, perlu dilatih yaitu dengan mempuasakannya beberapa saat.Kemudian baru diberi jerami hasil fermentasi.
V. KEUNTUNGAN JERAMI FERMENTASIBeberapa keuntungan penggunaan jerami fermentasi sebagai pakan diantaranya adalah :1. Dapat mengurangi biaya pakan.2. Dapat meningkatkan produksi ternak karena kualitas nutrisi meningkat.3. Penggunaan pakan dan tenaga kerja lebih efisien.4. Lingkungan kandang lebih sehat dan nyaman, karena kotoran ternak yang dihasilkan lebih sedikit, kering dan tidak berbau.